Upacara Adat Suran Jomboleka
a. Sejarah Arya Kusuma Jomboleka
Di Dusun Talpitu Desa Ngemplak
Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar terdapat makam Arya Kusuma
Jomboleko yang masih keturunan Prabu Brawijaya V raja Majapahit
terakhir. Belum banyak yang mengetahui akan keberadaan makam tersebut.
Bahkan sejarah adanya makam tersebut juga belum banyak diketahui oleh
masyarakat di Kabupaten Karanganyar.Dari sejarah yang ada, di dekat
Pulau Madura ada pulau kecil bernama Pulau Sapudi. Penguasa pulau
tersebut mempunyai seorang puteri yang bernama Rara Supadi (nama Rara
Supadi ini sampai sekarang juga belum diketahui nama aslinya, hanya
kemungkinan nama Rara Supadi diambil dari nama pulau asalnya). Rara
Supadi diperisteri Prabu Brawijaya V, mempunyai keturunan yang diberi
nama Arya Kusuma / Arya Leka / Arya Pekik. Arya Leka berparas sangat
tampan seperti ayahnya, setelah dewasa beliau menjadi menantu Adipati
Jaran Panole I di Madura. Setelah mertuanya meninggal di Madura, Arya
Leka kemudian dinobatkan menjadi Bupati di Sumenep Madura. Beliau
menjadi pemimpin perang dan bergelar seperti mertuanya dengan sesebutan
JARAN PANOLE SUMENEP. Arya Leka ditetapkan menjadi pemimpin prajurit
kapal milik Prabu Brawiaya.
Akhir peperangan antara Demak Bintara
dengan Majapahit karena terdesaknya Pengaruh agama Islam di Jawa, Jaran
Panole II (Arya Leka) meninggalkan kerajaan Majapahit pergi sampai di
kaki Gunung Lawu sebelah barat di bukit/puntuk kecil kemudian bernama
Arya Jabal Leka. Orang Jawa menyebut Arya Jambal Leka. Jabal artinya
gunung atau bukit. Jabaleka artinya Gunung Leka, yang mana Arya Leka
tinggal di tempat tersebut sampai meninggal dan dimakamkan di Jabaleka.
Jaman dahulu ada yang menyebut Redi Dumilah, tetapi bukan Redi Dumilah
di Puncak Gunung Lawu. Jabaleka atau Redi Dumilah dulu diberi tanaman
Pohon Tal (Siwalan) berjumlah tujuh. Dari kejadian tersebut sampai
sekarang tempat itu bernama JABALEKA atau DUSUN TALPITU. Di Makam
Jomboleka selain Arya Kusuma yang berada di tempat tersebut Istrinya
yaitu Retno Kuning dan kerabatnya. Beliau cikal bakal dusun tersebut dan
oleh masyarakat setempat masih dikeramatkan keberadaanya, pada
hari-hari tertentu yaitu malam Jum’at Kliwon dan Selasa Kliwon banyak
Peziarah dari luar daerah yang datang untuk tirakat, menyepi untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Keadaan Punden /
makam sampai sekarang di kelilingi pohon dan tumbuhan yang langka
misalnya : pohon aren, keningar, sono keling, mahoni, kemuning dan
lain-lain. Awal mula makam tersebut dibangun sekitar tahun 1986 oleh Ibu
Nur dari Jawa Timur, dari tahun ke tahun oleh Peziarah membuat bangunan
gapura masuk lokasi halaman makam dan sekitar tahun 2005 sebelah timur,
di pugar lagi oleh Ibu Dewi dari Jakarta dengan bentuk bangunan Joglo.
Pada tahun 2007 mendapatkan APBD dari Kabupaten Karanganyar untuk
membuat talud pengamanan tanah dan bangunan.
b. Sejarah terjadinya Upacara Adat Suran Jomboleko .
Setiap
pergantian tahun Jawa tepatnya awal bulan Suro yaitu tanggal 1 s/d 3
Suro masyarakat mengadakan kegitana ritual di Punden Jombaleko. Ucapan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dilaksanakan 3 hari
berturut-turut oleh masyarakat Dukuh Ngledok, Ngablak dan Talpitu. Pada
malam harinya juga diadakan tirakatan sebulan penuh yang dilakukan oleh
masyarakat setempat dan para Peziarah dari luar daerah. Jalanya Upacara
Adat Suran :
Sore hari menjelang waktu Magrib pelakasanaan ritual,
tokoh masayarakat dan Juru Kunci telah menyanggarkan kendi berjumlah
tujuh (7) yang berisi air sumur setempat untuk di semayamkan di makam
Arya Kusuma.
Pagi harinya warga telah kambing di area punden, hewan
yang di sembelih tidak boleh cacat dan harus Kambing kendit yaitu
berbulu hitam dan begaris putih di badannya. Masakan yang untuk sesaji
tidak boleh di cicipi dan yang masak tidak boleh dalam keadaan datang
bulan (menstruasi).
Siang hari sekitar jam 10.00 WIB, masyarakat
berbondong-bondong datang di tempat dengan membawa sesaji komplit yang
diletakakan dalam encek ( Jawa : anyaman yang dibuat dari bambu )
Ritual
Tumuruning Toya Wening, yaitu air kendi yang berjumlah tujuh yang
mempunyai makna sendiri-sendiri untuk dibagikan kepada masyarakat. Ada
yang berpendapat bahwa air tersebut membawa berkah dan dijauhkan dari
bencana.
Kemudian dilakukan Doa bersama dipimpin oleh Kepala Dusun setempat.
Setelah selesai do’a, makanan kenduri dibagi-bagi termasuk kepada peziarah yang datang untuk dimakan bersama-sama.
Sebagai
penutup, biasanya dilanjutkan dengan sebaran Udhik-udhik yang
diperebutkan oleh masyarakat yang datang, makna yang tersirat semoga
masyarakata diberikan rejeki yang melimpah.
Pelaksanaan Upacara
adat biasanya di dukung oleh para budayawan, Pametri Budaya, HARPI
Melati Karangpandan, Pemerintah setempat dan dilakukan Kirab Prajurit
Majapahit atau Arya Kuisuman dengan Pakaian Ngliga dan Senjata Bambu
Runcing.
Menurut sesepuh dusun, tempat tersebut dahulu adalah tempat
untuk persembunyian masyarakat setempat karena kedatangan para penjajah
Belanda yang sampai di wilayah Karangpandan dan Matesih. Masyarakat
merasa di lindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa pada waktu itu, maka oleh
penduduk setempat sampai sekarang punden Jambaleko masih keramat dan
dianggap membawa berkah, sehingga banyak peziarah yang datang baik dari
daerah Karanganyar sendiri maupun dari luar daerah, bahkan dari luar
pulau Jawa juga ada yang berziarah kemakam ini.
Sumber :
http://tradisibudaya.blogspot.com/2012/11/upacara-adat-suran-jomboleka.html